Perburuan Harimau Sumatera Tidak Terkendali

KOMPAS.com - Perburuan harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) terus berjalan. Dari 20 kota di delapan provinsi di Sumatera yang dipantau oleh TRAFFIC (sebuah organisasi non pemerintah yang aktif memantau perdagangan satwa liar), 13 di antaranya menjadi tempat lalu lintas perdagangan organ tubuh harimau. Satu-satunya tempat yang menjadi populasi terbesar harimau endemis di Sumatera itu hanya ada di Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara dan Nanggore Aceh Darussalam (NAD).

“Total seluruh populasi harimau Sumatera kini tinggal 400 ekor saja. Itu tersebar di seluruh wilayah di Sumatera. Keberadaan mereka kini semakin terganggu karena perburuan terus berjalan,” tutur Senior Programme Officer TRAFFIC Asia Tenggara Chris R Shepherd, Rabu (28/2) ditemui di sela-sela Workshop Perdagangan Harimau di Medan.

Menurut Chris, perburuan harimau tersebut sulit diberantas. Bahkan perdagangan organ tubuh harimau dilakukan dengan aman secara terbuka. Salah satu tempat perdagangan satwa liar khususnya harimau Sumatera itu terdapat di Medan. Indonesia sudah mempunyai perangkat hukum yang bagus, kata Chris, tetapi pelaksanannya masih belum maksimal.

Salah satu persoalan kusutnya penegakan hukum perburuan dan perdagangan harimau Sumatera adalah keterlibatan ‘orang kuat’ di dalamnya. Hal itu juga diakui oleh Koordinator Nasional TRAFFIC Indonesia Ani Mardianti di tempat yang sama. “Perburuan dan perdagangan harimau Sumatera hanya bisa dihentikan dengan menutup pintu penyalur dan penerima,” tutur Ani.
Di tempat yang sama, Monitoring Officer Yayasan Leuser Indonesia (YLI) Rudi A Putra mengatakan jumlah populasi harimau di TNGL hanya berkisar 100 sampai 150 ekor. Jumlah populasi itu jauh berkurang dari jumlah tahun-tahun sebelumnya karena perburuan setiap tahunnya mengakibatkan 5--10 ekor harimau Sumatera mati.

“Harimau yang masih hidup itu kini menempati lahan seluas 2,6 juta hektar di Leuser,” kata dia. Perburuan hariamu di wilayah Leuser, kata dia, sedikit berkurang karena pengaruh ketakutan manusia yang berkonflik dengan hariamu. Dari sejumlah kasus konflik yang terjadi antara manusia dan harimau, mengakibatkan korban tewas di pihak manusia. Karena itu, tutur dia, manusia yang sebelumnya memburu kini sedikit khawatir.

Pada 1993, berdasarkan data yang sama, di Leuser terdapat paling tidak 110 sampai 180 ekor harimau Sumatera. Data itu diperoleh dari jebakan kamera dan jejak kepadatan. Jumlah itu lebih sedikit separuhnya daripada data yang ada pada enam tahun sebelumnya.

Harimau Sumatera hidup pada ketinggian 2.000 di atas permukaan laut (dpl). Pada era 1978, jumlah harimau sumatera diperkirakan mencapai 1.000 ekor. Namun, pada sepuluh tahun kemudian, jumlah harimau sumatera diperkirakan hanya bilangan ratusan saja.
Data terakhir TRAFFIC, jumlah populasi harimau Sumatera kini tinggal 400—500 ekor yang tersebar di enam kawasan hutan lindung di Sumatera. TRAFFIC mencatat, keberadaan harimau di Sumatera merupakan tempat populasi terakhir yang ada di Indonesia.



1 Response to "Perburuan Harimau Sumatera Tidak Terkendali"

  1. D 7070 CH says:

    MANTAPP...

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme