Partai Demokrat Tak Kuasa Lagi Menyembunyikan Boroknya: Sebuah Otokritik Bagi Para Penguasa

Partai Demokrat. Jika kita mendengar nama partai ini maka perhatian kita akan berpusat kepada sosok Presiden Republik Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono atau yang lebih akrab disebut SBY.

Partai Demokrat sebagai Partai bentukan SBY dalam PEMILU 2004 semula diharapkan menjadi solusi bagi bangsa ini menuju Indonesia baru. Dengan memanfaatkan momen perseteruan dirinya dengan mantan Presiden Megawati Sukarno Putri, SBY berhasil menggalang dukungan rakyat yang pada akhirnya mengantarkan beliau menjadi pemegang tampuk kekuasaan tertinggi di republik ini.

Pada masa periode pertama kepemimpinan SBY kita dapat melihat dan merasakan betapa beliau sangat pro rakyat. Dimulai dari program penanganan bencana Tsunami di Aceh, Pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada rakyat miskin, Konfersi minyak tanah ke gas menyusul kelangkaan minyak tanah di masyarakat, Peresmian jembatan Suramadu yang diharapkan dapat mendorong perekonomian di wilayah timur pulau jawa, Penanganan krisis listrik yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia dan masih banyak hal lain yang bersifat positip dimasyarakat.

Dengan prestasi yang demikian cemerlang, tidaklah mengherankan jika akhirnya beliau kembali dipercaya untuk memimpin negara ini untuk kali kedua. Sebuah prestasi yang cukup langka mengingat belum adanya Presiden yang berhasil memimpin negara ini dalam dua periode setelah masa orde baru. 

Dengan sederet prestasi diatas, banyak kalangan yang menilai bahwa SBY telah berhasil menanamkan kembali filosofi bernegara yang benar dikalangan masyarakat. Pemimpin yang pro rakyat adalah dambaan seluruh warga negara ini dan sepertinya SBY adalah seorang figur yang tepat.

Pada masa kepemimpinan yang kedua (2009-2014), SBY dan Partai Demokrat behasil menguasai mayoritas suara di parlemen (DPR), ditambah dengan dibentuknya koalisi dengan partai lain (GOLKAR, PKS, PKB, dan PAN) seolah mencerminkan bahwa mereka adalah poros kekuatan baru dalam peta perpolitikan Indonesia. Tetapi justru disinilah awal dari terungkapnya borok Partai Demokrat. Penguasaan parlemen yang semula diharapkan dapat membantu kelancaran tugas pemerintah, akhirnya menjadi bumerang dimana tidak adanya perimbangan kekuatan dengan pihak oposisi yang dimotori oleh Partai PDI-Perjuangan dan sederet Partai kecil lainnya.

Secara spesifik dalam tulisan ini saya akan berusaha memaparkan tinjauan saya terhadap kinerja SBY dan para kroninya. Jika saya terpaksa menyebutkan nama secara gamblang, itu hanya bagian dari pendalaman topik guna mendapatkan argumentasi yang seakurat mungkin bagi para pembaca yang membaca tulisan ini.

1. Kasus Bank Century
Secara mengejukan kita mendengar bahwa pemerintah telah mengucurkan dana guna penyelamatan bank century senilai 6,7 Triliun Rupiah. Bank Century sebagai bank swasta biasa seolah mendapat perlakuan istimewa dari SBY. Pertanyaannya adalah mengapa, terutama disaat perekonomian rakyat yang begitu terpuruk paska resesi global yang menghantam dunia. Awalnya SBY berdalih bahwa tindakan itu terpaksa dilakukan untuk menghindari rush, tetapi kemudian terungkap bahwa proses tersebut mengandung unsur korupsi yang ditandai dengan tertangkapnya Robert Tantular sebagai pemilik Bank Century.

Setelah serangkaian pendalaman, akhirnya DPR dalam sidang paripurnanya memutuskan untuk mengambil opsi C, yaitu mengusut tuntas kasus ini dan menyeret para pelakunya ke muka persidangan. Partai Demokrat yang tidak menyetujui opsi tersebut berusaha mati-matian untuk meyakinkan rakyat bahwa tidak ditemukan indikasi korupsi dalam pemberian dana tersebut kepada bank century. Tetapi dengan tersajinya fakta bahwa Partai GOLKAR dan PKS sebagai mitra koalisi pemerintah tidak menyetujui opsi A dan malah memilih opsi C seolah penegas bahwa ada yang salah dengan Partai Demokrat.

2. Tebang Pilih Dalam Pemberantasan Korupsi
Saya tidak perlu berpanjang lebar, silahkan anda cermati fakta berikut ini: Kasus Bank Century, Kasus Wisma Atlit, Kasus Gubernur Bengkulu non aktif, Azurdin, dan masih banyak kasus-kasus lainnya yang sengaja dikaburkan demi menjaga wibawa partai ini.

3. Kasus Lumpur Lapindo
Aburizal Bakrie seharusnya bertanggung jawab terhadap kasus ini, tetapi karena kedekatannya dengan SBY, kita semua tahu bahwa SBY telah "menfatwakan" bahwa kasus lumpur lapindo tersebut adalah bencana alam. Astaga, pembodohan apalagi ini SBY?.

Tetapi semuanya sudah terlambat, ekspektasi publik yang teramat mendambakan terjadinya perubahan yang signifikan  dalam proses berbangsa dan bertanah air akhirnya kembali ketitik nadir. Pemerintah yang tidak pro rakyat adalah cerminan Indonesia saat ini (DN).


0 Response to "Partai Demokrat Tak Kuasa Lagi Menyembunyikan Boroknya: Sebuah Otokritik Bagi Para Penguasa"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme